KOTA SEMARANG, BANKOM SEMARANG NEWS.ID – Ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJT), Presidium Jawa Tengah, Perwakilan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (Perda KSPI), serta Partai Buruh Provinsi Jawa Tengah menggelar aksi unjuk rasa di Kota Semarang, Kamis (28/08/2025).
Baca juga : Media Mitra Strategis, Polri Perintahkan Perlindungan Wartawan di Lapangan
Aksi yang dimulai pukul 13.00 WIB ini mengambil titik kumpul dari beberapa lokasi, antara lain Jembatan Layang Jl. Ronggo Warsito dan Kantor Pos Johar Semarang dari arah timur, serta depan Kantor Kecamatan Tugu Semarang dari arah barat. Massa yang diperkirakan mencapai 500 hingga 700 orang ini kemudian bergerak menuju Balai Kota Semarang sebelum melanjutkan aksi utama di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Semarang.
Mereka datang dengan atribut organisasi, bendera, banner, serta tiga unit mobil komando (mokom). Dalam aksinya, para buruh membawa delapan tuntutan utama, antara lain: kenaikan upah tahun 2026 minimal 8,5 persen, penghapusan sistem outsourcing, penghentian PHK, pembentukan Satgas PHK, reformasi pajak perburuhan, pengesahan RUU Ketenagakerjaan tanpa omnibus law, pengesahan RUU Perampasan Aset, revisi sistem Pemilu 2029, serta penghentian praktik union busting.
Ketua KSPI Jawa Tengah, Aulia Hakim, Am.d, S.H., menegaskan bahwa masalah utama yang mendesak adalah persoalan upah murah dan tingginya angka PHK di Jawa Tengah.
“UMK Kota Semarang sebagai ibu kota provinsi masih di kisaran Rp 3,4 juta. Angka itu bahkan setara dengan upah kabupaten di Jawa Barat. Kondisi ini jelas menciptakan jurang ketertinggalan dan ketidakadilan bagi buruh Jawa Tengah,” ujarnya di sela aksi.
Baca juga : Pengamanan Unras di Pati, Bidpropam Polda Jateng Tegaskan Pendekatan Humanis dan Sesuai SOP
Aulia menekankan, kenaikan upah minimum tahun 2026 setidaknya sebesar 8,5 persen sangat diperlukan demi menjaga daya beli buruh. “Buruh di Jawa Tengah tidak boleh terus-menerus berada di posisi terbawah. Keadilan upah harus ditegakkan,” tegasnya.
Baca juga : Kolaborasi Bankom Semarang dan RS Pantiwilasa Semarang dalam Workshop Deteksi Kegawatdaruratan
Hal senada disampaikan Ketua FSPIP Jawa Tengah, Karmanto, S.H., M.H.. Ia mencontohkan kondisi di Jepara, di mana UMK hanya Rp 2,6 juta. “Buruh dengan gaji sebesar itu jelas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pemerintah tidak boleh menutup mata dengan kondisi ini,” ujarnya.
Selain soal upah, buruh juga menolak keras praktik outsourcing. Menurut Aulia, outsourcing sama saja dengan bentuk perbudakan modern. “Status pekerja harus jelas, hanya ada dua, tetap atau kontrak. Bukan pekerjanya yang di-outsourcing, melainkan pekerjaannya,” katanya.
Baca juga : Beli LPG 3 Kg Wajib Pakai NIK Mulai Tahun Depan, Pemerintah Pastikan Tepat Sasaran
Buruh juga mendesak reformasi pajak perburuhan, salah satunya dengan menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp 7,5 juta per bulan. Mereka juga menolak pajak atas pesangon, THR, dan JHT, serta diskriminasi pajak terhadap perempuan pekerja yang sudah menikah.
Baca juga : Sinergi Pemkot dan Stakeholder Dorong Tingkatkan Indeks Demokrasi Kota Semarang
Aksi unjuk rasa ini mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Sebanyak 975 personel gabungan Polda Jawa Tengah dan Polrestabes Semarang dikerahkan, termasuk dari Satbrimob dan Ditsamapta. Pengamanan dipimpin langsung oleh Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol M. Syahduddi.
Sejak siang, tim negosiator Polwan bersama peleton Dalmas Awal telah disiagakan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah. Menariknya, pasukan pengendali massa tidak dibekali tameng sebagai simbol pengamanan yang tidak intimidatif. Polisi lalu lintas juga melakukan rekayasa arus kendaraan untuk menjaga kelancaran aktivitas masyarakat di sekitar Jalan Pahlawan.
Baca juga : Didampingi Wali Kota Solo, Wapres Gibran Rakabuming Pastikan Renovasi GOR Indoor Manahan Segera Tuntas
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, menegaskan bahwa pengamanan dilakukan secara humanis. “Polri hadir untuk mengawal proses demokrasi. Kami berterima kasih kepada peserta aksi yang telah menyampaikan aspirasi secara tertib dan damai,” ujarnya.
Baca juga : Festival Film Pelajar Jogja XVI akan Warnai Perhelatan dengan Kemah Film Pelajar Nasional
Sementara itu, Kasihumas Polrestabes Semarang, Kompol Agung Setyo Budi, menambahkan bahwa pola pengamanan berpedoman pada SOP dengan tahapan pasif, aktif, hingga langkah tegas bila diperlukan. “Kami tetap mengedepankan dialog dan persuasif. Namun jika ada pelanggaran hukum, tindakan tegas dan terukur akan diambil demi menjaga ketertiban umum,” tegasnya.
Menutup aksinya, para buruh menyatakan akan terus mengawal tuntutan mereka hingga mendapat respon nyata dari pemerintah. “Kami tidak menolak investasi, tapi jangan sampai investasi membuat buruh semakin miskin. Jika aspirasi ini tidak ditindaklanjuti, kami siap menggelar aksi lanjutan,” ujar Aulia.
Baca juga : Simulasi Pengamanan Demo Anarkis, Polres Kendal Tegaskan Sinergi dan Kesiapan Personel
Aksi berakhir pada sore hari dengan tertib. Rombongan buruh membubarkan diri setelah menyampaikan orasi dan menyerahkan pernyataan sikap kepada perwakilan pemerintah. Polisi memastikan situasi di Kota Semarang tetap kondusif selama aksi berlangsung. (ADC)